SELAMAT DATANG DI BLOG HADI SAFRIANDA

Friday, February 25, 2011

KETIKA ORANG INDONESIA MEMANGGIL DIRI MEREKA INDON

Posted by HADI SAFRIANDA On 11:39 PM No comments

Ditengah guyuran hujan lebat disebuah jalan protocol dipinggiran sebuah pusat perbelanjaan yang sibuk dengan lalu lalang kenderaan dan orang didaerah pinggiran kota penang, kami bergegas untuk mencari tempat untuk berteduh karena sepanjang trotoar dan halte bus sudah sesak dengan orang-orang yang menunggu kedatangan RAPID Penang yang kuanggap sebagai angkot yang mengantarkan saya kemana saja tujuan yang ingin kudatangi dengan membayar imbalan jasa 1 ringgit 40 sen, dibandingkan dengan daerah asalku imbalan ini termasuk dalam kategori mahal, biasanya dengan menempuh jarak 4 kilometer dari rumah ke kampus saya hanya merogoh kocek seribu rupiah tiga kali lebih murah dari Rapid yang menawarkan kenyamanan dalam melakukan suatu perjalanan.

Ditengah hujan yang semakin deras tersebut, mataku tertuju pada sebuah Kedai, begitu orang Malaysia memanggilnya, tapi bagi ku itu hanyalah sebuah warung kopi seperti yang biasa kusinggahi ketika aku berada dinegeri ku sendiri, selintas kerinduan ku terhadap tanah tempat ari-ariku ditanam seperti terobati. Dengan berlari kecil akkhirnya kami sampai di WARKOP tersebut dan sambutan hangat ala negaraku langsung kurasakan disini, sapaan wanita separuh baya menghangatkan suasana menjadi lebih hangat ditengah tiupan angin yang semakin kencang. 

Mataku memandang kesekeliling ruangan yang juga telah dipadati oleh TEMAN-TEMAN dari Indonesia lainnya, selanjutnya aku bergegas mengambil duduk disudut sambil tersenyum dan memesan satu teh tarik, (teh yang dicampur susu dituangkan dengan cara menumpahkannya kedalam gelas secara tinggi sehingga tumpahan itu seperti air yang ditarik dari dalam gelas), sambil menunggu pesanan datang mataku masih memandangi raut wajah yang tidak asing selama ini, dan memperhatikan atau lebih jelasnya lagi menguping pembicaraan mereka.

Ada pepatah mengatakan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, tetapi yang kudengar kali ini adalah sesuatu yang sangat berlebihan, saya tidak tahu apakah mereka sudah lama bekerja disini, mungkin 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun atau mungkin 10 tahun. Pepatah diatas lebih tepat kukatakan terlalu berlebihan bagi KAWAN yang baru kukenal itu, logat asli yang mereka bawa dari daerahnya hilang sama sekali, karena saya sebelumnya pernah berteman dengan orang dari daerah asal mereka jadi sedikit geli ketika sebagian TEMAN yang lain masih menunjukan keaslian mereka walaupun mereka berbahasa melayu. Dengan berbahasa melayu yang kental hampir tak kukenali mereka kalau tidak seorang TEMAN menyapaku, Mas dari INDON ya?. Terbelalak mataku, darah mendidih rasanya cukup geram ketika TEMAN ku sendiri mengatakan indon, padahal teman-temanku yang kukatakan “asli sini” yang bersama-sama menuntut ilmu tetap mengatakan atau menanyakan kami dari Indonesia tanpa mengurangi jumlah huruf yang ada didalamnya.

Entah karena saya terlalu naïf, ketika mendengar kata INDON tersebut yang terpikir oleh ku adalah pulau-pulau dari Sabang sampai ke Merauke yang dihuni oleh lebih dari 240 juta orang itu adalah pembantu rumah tangga dan para pekerja pabrik, sangat mengecewakan. Pada saat itu hatiku teriris karena orang dari bangsaku mengatakan kata yang tidak sewajarnya mereka katakan. Pepatah diatas terlalu mendalam mereka hayati sehingga nilai-nilai jati diri KAWAN tersebut seperti sudah terasimilasi kedalam melayu yang nota bene adalah “majikan” bagi mereka. Melihat dari percakapan kami yang singkat tersebut saya beranggapan KAWAN tersebut menganggap dirinya lebih melayu dari orang melayu sendiri, atau mereka malu dengan logat bahasa yang mereka bawa dulu, yang kita dengan mudah mengenali dari mana mereka berasal.

Akhirnya hujan reda juga, kamipun memanggil pemilik warkop tersebut dan membayar akomodasi yang sudah kami dapatkan, tetapi masih terbayang didalam kepalaku sekelompok KAWAN Melayu baruku, yang tidak pernah lahir disini, punya passport sini, apalagi punya KTP sini.

0 comments: